Penulisan Dialog Dalam Cerpen



Dalam cerita Fiksi, salah satu kegunaan dialog adalah untuk menggambarkan karakter dari para tokohnya. Dialog juga merupakan manifestasi fungsi “Show” not “Tell” pada cerita. Dengan teknik tersebut penulis mengeksplorasi cerita, sehingga menjadi lebih hidup dan menarik.

KONVENSI DIALOG

Dalam dunia Kepenulisan, berlaku aturan tak tertulis (konvensi) cara menulis dialog. Editor mungkin akan mengijinkan kesalahan penulisan, terutama pada cerpen yang tak terlampau banyak menggunakan dialog. Tetapi tidak demikian halnya dengan novel. Berikut beberapa konvensi pemakaian dialog:


1. Tanda petik ganda (“) memberi makna pada pembaca bahwa seseorang sedang berbicara.

(Paragraf) “Bawa sepatu itu kemari.”

(Paragraf) “Jangan tinggalkan aku!”

Kata/kalimat yang berada diantara dua tanda petik ganda merupakan isi pembicaraan dari tokoh tertentu. Dialog ditulis dengan menggunakan
paragraf baru.


2. Umumnya, setiap pergantian paragraf menandakan pergantian orang yang berbicara.

Dengan kata lain, setiap pembicara memerlukan satu paragraf (untuk mengeksplorasi perkataan dan tindakannya). Hal tersebut berfungsi memudahkan pembaca dalam mengindentifikasi siapa yang berbicara.

“Saya hanya bisa mengulangi bahwa saya minta maaf bila telah mengganggu Anda.”

“Itu belum cukup Mr. Holmes!” geram pria tua itu. Ekspresinya sangat menakutkan. Dia berlari menghalangi pintu, dan menuding-nuding kami. “Jangan kira Anda bisa keluar dengan gampang.” Wajahnya merah padam, dia menyeringai dan meracau dengan kemarahan yang tak bisa dimengerti...(Koleksi kasus Sherlock Holmes-Sir
Arthur Conan Doyle)

Di paragraf pertama memang belum jelas siapa yang berbicara. Tetapi membaca paragraf berikutnya, kita menjadi tahu bahwa tokoh yang berbicara di paragraf awal adalah Mr. Holmes.

Paragraf kedua tak hanya mengeksplorasi pembicaraan, namun juga tindakan dari pak tua, yang digambarkan sangat emosional dan penuh amarah.


3. Dialog dilengkapi dengan tanda pengenal pembicara (atribut), untuk mengenali siapa tokoh yang berbicara.

“Mau makan?” ucap gadis itu.

“Ayo, sudah lapar, nih,” ucap sang lelaki.

Pada contoh di atas, ‘ucap gadis itu’ dan ‘ucap sang lelaki’ disebut atribut. Tokoh pada dialog di atas adalah gadis dan lelaki.

Pemakaian kata ‘ucap’ yang terlampau sering, akan membuat monoton cerita. Karenanya, agar variatif, kata ‘ucap’ bisa diganti dengan kata lain yang mendekati situasi pada saat tersebut.
Semisal : kata, ujar, sahut, tandas, pinta, tanya, jawab, ajak, himbau, sergah, tampik, tolak, panggil, teriak, gumam, dll

“Mau makan?” Gadis itu bertanya.

“Ayo, aku sudah lapar, nih,” ajak sang lelaki.

“Enaknya makan dimana?” ucap gadis itu.

“Yang dekat sini aja.” Sang lelaki menyahut cepat.


4. Attribut harus diletakkan di tempat yang logis dan efektif, agar terasa alami.

“Aku tidak,” gadis itu berkata, ”mencintaimu lagi.”

“Aku tidak mencintaimu lagi,” kata gadis itu.

Contoh pertama di atas terasa janggal diucapkan dibandingkan contoh kedua, yang tampak lebih alami.


5. Jika dialog terlalu panjang, atribut bisa diletakkan di tengah, sebagai pemenggalan. Hal tersebut juga menandakan jeda alami; sang tokoh
mengambil napas, berhenti berbicara sejenak, berpikir, atau melakukan sesuatu yang lain.

“Ini ikan yang kuat penuh darah,” pikirnya. “Aku beruntung mendapatkannya sebagai pengganti lumba-lumba. Lumba-lumba terlalu manis. Ini manisnya merata dan semua kekuatan masih berada di dalamnya.” (Lelaki Tua dan Laut-Ernest
Hemingway)

“Well, Sir Robert,” kata Holmes sambil berdiri, ”kasus
ini, tentu saja, harus dilaporkan ke polisi. Tugas saya hanya mencari kebenaran faktanya…” (Koleksi
kasus Sherlock Holmes-Sir Arthur Conan Doyle)


6. Tak perlu memberikan attribut pada setiap baris dialog, jika hal tersebut sudah cukup menjelaskan siapa-siapa yang berbicara.


Catherine ingin sarapan, begitupun aku. Kami menikmati sarapan di atas tempat tidur dengan nampan di atas pangkuanku, sambil diterangi oleh matahari bulan Nopember.

“Kau tak ingin membaca surat kabar? Kau selalu meminta surat kabar saat masih berada di rumah sakit.”

“Tidak,” kataku. “Aku tak ingin membaca surat kabar saat ini.”

“Sebegitu burukkah sehingga kau tak ingin mengetahui beritanya di surat kabar?”

“Aku tak ingin membacanya.”

“Kuharap aku bersamamu saat itu. Jadi aku tahu apa saja yang terjadi.”

“Aku akan menceritakan padamu, saat otakku bisa berpikir lurus.”

“Apakah mereka takkan menangkapmu karena kau berkeliaran tanpa seragam?”

“Mereka mungkin menembakku.”
(Farewell To Arm-Ernest Hemingway)


Kunci dari membaca dialog di atas adalah paragraf ketiga: “Tidak,” kataku. “Aku tak ingin membaca surat kabar saat ini.” Dengan demikian, menjadi terang bahwa paragraf itu merupakan perkataan dari si Aku. Sehingga, satu paragraf sebelum dan sesudahnya, merupakan perkataan Catherine.
Dengan demikian akan jelas juga, siapa-siapa yang berbicara di baris paragraf berikutnya.


7. Perkataan seorang tokoh yang terlalu panjang dan menyita lebih dari satu paragraf, ditulis dengan cara memberi tanda kutip ganda di awal paragraf pertama, dan tak menutupnya dengan tanda kutip di akhir paragraf pertama. Setelahnya, di awal paragraf berikutnya, tanda kutip ganda tersebut disisipkan kembali, dan baru ditutup di akhir paragraf.
Hal itu sekaligus pertanda berakhirnya perkataan tokoh tersebut (yang biasanya berupa penjelasan
panjang lebar).


“Biarlah saya yang menjelaskan,” kata Holmes, “untuk menunjukkan bahwa saya mengerti benar urutan peristiwanya. Profesor Watsburry, Watson, terkenal di seluruh Eropa. Hidupnya dibaktikannya untuk pendidikan. Dia tak pernah terlibat skandal apapun. Dia dua dengan dua anak bernama Edith. Setahuku dia pria jantan dan tegas, bisa dikatakan selalu siap siaga. Begitulah keadaannya sampai beberapa bulan terakhir ini.

“Lalu gaya hidupnya berubah. Dia sudah berusia enam puluh satu tapi dia bertunangan dengan gadis muda, putri professor Murphy, koleganya. Tidak seperti orang-orang seumurnya, dia benar-benar dipenuhi gelora asmara dan tergila-gila pada gadis itu. Tunangannya, Alice Morphy, memang gadis yang sempurna, baik fisik maupun mental, sehingga bisa dimengerti jika profesor terpikat padanya. Tapi keluarga profesor tak begitu menyetujui pertunangan ini.” (Koleksi kasus Sherlock Holmes-Sir Arthur Conan Doyle)


Pada contoh di atas, di akhir paragraf pertama tidak ada tanda kutip ganda yang menutupnya. Ini berarti pada paragraf kedua, orang yang berbicara masih tokoh yang sama sebagaimana paragraf pertama, yakni Holmes.



**Sumber : http://saturindu.multiply.com

0 komentar:

Posting Komentar